Kamis, 04 April 2013

17.31 - No comments

Antara Upah, Relokasi, dan Pengangguran




MENJADI fenomena yang sangat menarik tatkala membahas terkait kenaikan upah buruh, upaya relokasi pabrik, dan tingkat pengangguran yang ditimbulkannya. Sebagaimana kita ketahui, beberapa tahun belakangan terjadi tuntunan yang sangat kuat dari para buruh agar terjadi peningkatan kesejahteraan, khususnya kenaikan upah. Pada beberapa daerah tuntunan ini dilakukan dengan aksi unjuk rasa buruh, tetapi di beberapa daerah lain dapat dilakukan melalui prosedur formal berpedoman pada peraturan terkait, yang tentunya melalui komunikasi dan negosiasi antar-pihak terkait dalam tripartite.
          Hasilnya memang terjadi kenaikan upah minimum di hamper semua daerah. Namun,kenaikan juga dipengharui kenaikan jumlah item komponen perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL). Puncaknya terjadi pada 2013, dan yang mengalami kenaikan besar yaitu DKI Jakarta dengan besaran UMP Rp 2,2 juta, yang merupakan kenaikan terbesar yang pernah terjadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini besar pengaruh dari Kepala Daerah Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan Wakil Gubernur Ahok.
          Tidak hanya DKI Jakarta yang mengalami kenaikan upah minimum cukup tinggi. Tetapi juga berpengaruh kepada daerah sekitarnya seperti Bekasi,Depok,Tanggerang, dan Bogor serta dalam kadar tertentu juga berpengaruh terhadap daerah lainnya. Hal ini karena dalam penentuan besaran upah minimum tersebut,besarnya upah minimum daerah sekitar memang menjadi salah satu pertimbangan. Disamping beberapa factor lainnya, seperti besarnya KHL, informasi pasar kerja, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi.
          Sebagai kelanjutannya, saat ini para pengusaha melakukan relokasi ndustri terutama industry yang padat karya dari DKI Jakarta dan sebagian Jawa Barat menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur. Seluruhnya ada sekitar 100 perusahaan industry tersebut. Diantaranya,90 perusahaan merelokasi pabriknya ke Jawa Tengah,dan sisanya ke Jawa Timur. Salah satu jenis industry yang direlokasi yaitu usaha tekstil dan produksi tekstil (TPT).
          Kenaikan upah yang terjadi yaitu untuk UMP DKI Jakarta mengalami kenaikan sebesar 43,87 persen dari Rp 1,3 juta pada 2012 menjadi Rp 2,2 juta pada 2013. Hal ini diikuti oleh daerah sekitarnya,seperti2,1 juta, Bogor Rp 2,1 juta, Depok 2,0 juta, dan lain-lain. Sedangkan rata-rata kenaikan UMP di Indonesia pada 2013 adalah sebesar 18,32 persen. Di sisi lain UMP di Jateng sebesar Rp830 ribu atau naik 8,5 persen dari 2012, dan dijatim sebesar Rp 866 ribu lebih atau naik 16,28 persen dari 2012.
          Apa artinya dari fenomena tersebut terdahulu ? Artinya adalah dari perspektif perekonomian nasioanal relokasi industry yang terjadi itu akan berdampak positif yaitu, dapat membuka lapangan kerja baru didaerah tujuan, yang berarti mengurangi pengangguran di wilayah Jateng dan Jatim. Jadi kawasan industry tidak hanya terpusat di wilayah Jakarta,Bogor,Depok,Tanggerang,dan Bekasi (Jabodetabek),tetapi juga ke wilayah-wilayah lain.
          Suatu hal yang cukup memukul dari relokasi industry tersebut adalah pada daerah asal industry yaitu DKI Jakarta dan Jawa Barat, tenaga kerjanya akan kehilangan pekerjaan sebagai sumber mata pencaharian sehari-hari. Meskipun pemerintah (daerah) menyatakan bahwa kepindahan industry tersebut adalah hal wajar. Dan dari pengurus serikat buruh menyatakan bahwa kepindahan industry tersebut tidak menjadi masalah dari pada buruh memperoleh upah murah yang tidak akan mencukupi kebutuhan hidup sang buruh dan keluarganya.
          Tetapi bagi para buruh yang terkena dampak langsung dari hilangnya kesempatan kerja tersebut,tentulah bukan demikian halnya. Mereka kehilangan pekerjaan dan akan terpukul dengan kejadian itu. Kenapa demikian ? karena akan kehilangan penghasilan tetap setiap bulannya, yang tentunya berakibat terhadap tidak bisa membiayai hidupnya dan keluarganya. Untuk pergi ikut bekerja ke tempat yang lokasi industry baru tentu juga sudah sulit dilakukan.
          Menurut prediksi, jika terjadi pemindahan 90 perusahaan garmen dan tekstil dari DKI Jakarta ke Jateng dan Jatim, maka akan berpotensi menambah pengangguran sebanyak 25 ribu sampai 30 ribu orang di daerah asal. Penganggur sebanyak ini merupakan masalah yang besar baik secara ekonomi maupun sosial. Secara ekonomi mereka tidak bisa membiayai kehidupannya, serta untuk kesehatan dan pendidikan. Dan secara sosial dapat menimbulkan berbagai permasalahan, di antaranya, meningkatkan kriminalitas di masyarakat, dapat terganggunya ketertiban umum, dan dapat menimbulkan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). (*)

0 komentar:

Posting Komentar