Selasa, 29 Mei 2012

02.42 - No comments

Korupsi


Indonesia Corruption Watch (ICW),yang telah malang melintang membongkar kasus korupsi,bias dijadikan contoh. “Harusnya lebih banyak ICW baru lahir di daerah,” kata redaktur Eksekutif Majalah Tempo Arif Zulkifli.
Dengan pertimbangan itu,sejumlah criteria ketat ditetapkan. Yang bias menjadi nomine adalah lembaga berprestasi monumental dalam membongkar kasus korupsi,independen,transparan dalam penggunaan dana,dan berusaha mandiri dalam pembiayaan organisasi. Syarat lain para pendiri dan pengurusnya tidak terafiliasi dengan partai politik serta memiliki system kaderisasi.
Dalam mencari kandidat,tiga perwakilan lembaga  yang telah malang melintang melawan korupsi di undang dalam diskusi dengan tim yang di bentuk redaksi tempo pada awal November lalu, mereka adalah anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa (coordinator Indonesia Corruption Watch), Danang Widoyoko dan Kepala Departemen Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Mukri Friatna.
Pilihan mengundang danang sebagai panelis ditempuh karna semula disepakati ICW akan dikesampingkan sebagai kandidat. Selain sudah terlalu “sohor”,keberadaannya di ibu kota Negara dinilai tidak terlalu sulit untuk setiap survive. Namun niat itu urung, selain karena konsistensinya membongkar kasus korupsi dalam beberapa tahun terakhir,organisasi ini sangat kreatif menggalang pendanaan public. Inilah contoh ideal tentang bagaimana seharusnya sebuah lembaga nirlaba bergerak.

MELAWAN KORUPSI BUTUH KECERDASAN
Menjadi tokoh sentral yang memprakarsai lahirnya Indonesia Corruption Watch. Bermula dari ruangan sempit di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Teten Masduki membentuk lembaga ini menjadi organisasi antikorupsi yang disegani.

Apa yang dulu mendorong lahirnya lembaga antikorupsi ini ?
Dulu kami berfikir apakah jika rezim soeharto tumbang,rezim korupsinya ikut jatuh. Kami simpulkan,butuh gerakan antikorupsi yang terlembaga untuk memeranginya. Sebulan setelah soeharto jatuh,ICW lahir.

Seperti apa gerakan antikorupsi saat itu ?
Asal-asalan .sporadis.ketika ICW dibentuk,kami juga belum tahu modelnya mau seperti apa. Tapi semangatnya memutus rantai logistik kroni soeharto. Karena gerakan melawan korupsi butuh waktu panjang,perlu lembaga yang kuat.

Jadi apa yang dilakukan ICW pada tahun pertama ?
Kami bengong,lebih banyak membangun jaringan dan advokasi. Lembaga antikorupsi semacam ini menjadi barang baru di Indonesia pada saat itu, jadi harus banyak belajar dulu.

Jadi ketika itu tidak ada aksi sama sekali …?
Lebih ke watch dog, kami berasumsi masyarakat tahu ada praktek korupsi tapi tidak ada keberanian melapor. Mereka membutuhkan saluran. Ketika kami buka pengaduan, banyak masyarakat yang lapor.

Apa yang dilakukan terhadap pengaduan itu..?
Semangat kami pada saat itu adalah membangun keberanian masyarakat. Setelah itu kami member contoh bahwa masyarakat bias melawan pemerintah yang korupsi. Contohnya upaya kami membongkar dugaan korupsi jasa agung,saat itu,Andi Ghalib.


Namun anda justru ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.?
Itu sudah saya hitung. Yang penting,idenya member pelajaran ,kalau orang biasa bias melawan pemerintah yang korupsi. Akhirnya sekarang masyarakat beranimendelegitimasi pejabat yang terindikasi korupsi.

ICW sering ditunding mewakili kepentingan asing karena pendanaan programnya dari luar negeri..?
Ketika laporan Andi ghalib meledak,banyak konglomerat menawari kami uang. Tapi mereka itu dibesarkan dari system yang korup. Kami mencari dukungan yang paling aman. Di internasional,gerakan korupsi juga berkembang, kami memilih donor asing yang tidak ada konflik kepentingan. Seperti dana World Bank,kami tidak pernah mau karena banyak program lembaga itu di Indonesia yang kami awasi.

Selalu ada Stigma kalau lembaga swadaya masyarakat didanai pihak asing..
Itu pola piker kampungan. Kami mendapat dana dari program yang dirumuskan secara independen. Ini dilakukan dengan tender terbuka. Di beberapa donor,dananya bahkan berasal dari masyarakat. ICW baru memanfaatkan dana asing sejak akhir 2000. Sebelumnya,saya dan teman-teman saweran dulu.

Apa dulu tidak terpikir meminta dukungan dana masyarakat..?
Menggalang dana publik butuh reputasi. Kami harus bangun dulu, itu butuh waktu yang panjang. ICW harus membuktikan ke masyarakat menjadi lembaga yang independen,tidak mudah disuap,apalagi memeras.
Baru belakangan menggalang dukungan dana public
Legitimasi ICW di masyarakat baik,tinggal bagaimana menjaring nasabah yang benar-benar bebas dari konflik kepentingan.

Kenapa ICW tidak membuka cabang daerah..?
Pengawasannya agak sulit,apalagi ada divisi investigasi yang rawan dijadikan dagangan untuk memeras. Ke daerah,kami melakukan penguatan dengan membangun koalisi.

Bagaimana ICW mengembangkan regenerasi sehingga tidak melahirkan aktivis yang nakal..?
Sumber daya manusia diseleksi dari awal dengan system uji coba, yang bagus kami rekrut. Melawan korupsi membutuhkan kecerdasan dan orang –orang pintar. Di sini jangan bicara kesehjateraan tapi semangat.

Bagaimana bias menjamin kalau aktivis ICW tidak “main mata”..?
Kami siapkan lembaga ini dengan prudent. Kami ciptakan system yang cepat mendeteksi jika ada yang nakal. Sanksinya langsung di berhentikan,pelapor selalu kami libatkan dalam setiap aksi. Kalau kasusnya tidak berhasil ,mereka tahu kalau ICW tidak main mata.